Bulan Islam yang didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi membentuk sistem penanggalan yang dikenal sebagai kalender Hijriah. Kalender ini tersusun atas 12 siklus sinodis bulan, dengan panjang tiap bulan sekitar 29 hingga 30 hari, bergantung pada rukyat hilal.
Berbeda dari kalender Masehi yang mengikuti revolusi bumi mengelilingi matahari, kalender Hijriah bersifat lunar dan menetapkan awal hari sejak matahari terbenam. Jadi, 1 Hijriah berapa Masehi? Karena dasar astronominya berbeda, urutan bulan Hijriah mulai dari bulan Muharram hingga Dzulhijjah tidak sejajar dengan tanggal dalam kalender Masehi.
Kalender Hijriah muncul ratusan tahun setelah adanya kalender Masehi. Tepatnya, tahun 1 Hijriah sendiri dimulai pada 16 Juli 622 Masehi, tahun di mana Nabi Muhammad Saw. melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah.
Kalender Hijriah menjadi pedoman penting umat Islam dalam menjalankan ibadah wajib dan sunnah seperti puasa, haji, dan zakat. Dalam sistem ini, bulan Muharram menjadi penanda dimulainya tahun baru Islam. Selanjutnya diikuti 11 bulan lainnya yang beberapa di antaranya memiliki keutamaan dan kewajiban ibadah tertentu.
Baca Juga:
B1SA : Bangun 1000 Sumber Air Bersih
Oleh karenanya, sangat penting bagi umat Muslim untuk memahami urutan dan nama bulan Hijriyah. Termasuk sejarah penetapan bulan Islam yang menjadikan Muharram sebagai bulan pertama dalam kalender Hijriah.
Sejarah Bulan Muharram dalam Penetapan Kalender Hijriah
Penetapan bulan Muharram sebagai awal tahun dalam kalender Islam tidak lepas dari sejarah panjang penanggalan Hijriah yang bermula pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Saat itu, umat Islam belum memiliki sistem kalender resmi yang mencantumkan tahun.
Gubernur Abu Musa al-Asy’ari menyampaikan kegelisahannya karena kesulitan mengarsipkan surat tanpa penanda waktu yang jelas. Hal ini memicu diskusi besar di kalangan para sahabat Nabi untuk menyusun sistem penanggalan umat Islam yang khas, tidak hanya meniru sistem Romawi atau Persia yang sudah lebih dulu dikenal dunia.
Dalam musyawarah itu, Ali bin Abi Thalib mengusulkan tahun hijrah Nabi Muhammad Saw. dari Mekkah ke Madinah sebagai awal tahun pertama umat Islam. Usulan ini diterima karena hijrah dianggap sebagai tonggak peradaban baru, dari penindasan menuju kemerdekaan. Dari Mekkah yang penuh penolakan menuju Madinah yang menjadi pusat pemerintahan Islam.
Meski hijrah berlangsung pada bulan Rabi' al-Awwal, para sahabat memilih bulan Muharram sebagai pembuka tahun karena wacana hijrah mulai dibicarakan pada akhir Dzulhijjah. Maka secara logis dan spiritual, bulan yang muncul sesudahnya, yaitu Muharram, dinilai tepat untuk membuka lembaran baru.
Bulan Muharram sendiri telah dikenal sebagai bulan suci bahkan sebelum Islam datang. Dalam tradisi Arab Jahiliyah, Muharram termasuk salah satu dari empat bulan haram yang merupakan bulan yang dimuliakan dan diharamkan untuk berperang.
Kata Muharram berasal dari akar kata ḥarrama yang berarti "dilarang", mengacu pada larangan menumpahkan darah. Tradisi ini kemudian diadopsi dan dimuliakan dalam Islam, sebagaimana ditegaskan dalam Surah At-Taubah ayat 36 bahwa Allah menetapkan dua belas bulan, di antaranya terdapat empat bulan haram.
Menariknya, sistem kalender Islam menggunakan peredaran bulan (lunar), berbeda dari kalender Masehi yang berbasis peredaran matahari (solar). Dalam sistem lunar, satu tahun terdiri dari 354 atau 355 hari. Ini menyebabkan bulan-bulan Hijriyah berpindah-pindah terhadap musim, tidak tetap seperti kalender Gregorian.
Dari dua belas nama bulan Hijriyah, Muharram adalah yang pertama. Ini menandai awal dari siklus waktu umat Islam yang tidak terikat musim atau wilayah geografis, melainkan berbasis pada fenomena langit yang dapat diamati di mana pun.
Penempatan bulan Muharram di awal urutan bulan Hijriah bukan semata keputusan administratif, melainkan sarat makna historis dan teologis. Bulan ini membuka ruang bagi umat Islam untuk mengingat kembali semangat hijrah, yakni meninggalkan keburukan menuju kebaikan, dari keterpurukan menuju perbaikan diri.
Urutan dan Nama Bulan Hijriah
Mengetahui urutan bulan Hijriah membantu umat Islam menjalani ibadah sesuai waktu yang tepat. Setiap bulan memiliki makna sejarah, nilai reliji, dan peran penting dalam pelaksanaan ibadah. Pemahaman ini juga memperjelas perbedaan sistem waktu antara bulan Islam dan kalender lainnya.
Baca Juga:
Keutamaan Bulan Muharram dan Puasa Asyura
Berikut urutan dan nama bulan Hijriah:
1. Muharram (المحرّم)
Sebagai bulan pembuka dalam kalender Hijriah, bulan Muharram dimuliakan sejak zaman Nabi Ibrahim dan tetap dijaga kehormatannya hingga masa Nabi Muhammad Saw. Muharram termasuk bulan haram, artinya diharamkan untuk berperang dan melakukan kezaliman.
2. Safar (صفر)
Bulan ke dua ini secara etimologis berarti “kosong”. Di masa jahiliyah, banyak orang bepergian atau pergi berperang saat bulan ini, sehingga rumah-rumah menjadi kosong. Meskipun pernah dianggap sebagai bulan sial, Islam menegaskan bahwa tidak ada kesialan dalam waktu yang ditentukan oleh Allah. Safar mengajarkan kita untuk meninggalkan keyakinan yang tidak berdasar.
3. Rabi’ul Awwal (رَبِيعُ ٱلْأَوَّل)
Bulan ke tiga ini merupakan bulan kelahiran Rasulullah Saw. Rabi’ul Awwal, yang berarti "musim semi pertama", menjadi simbol hadirnya cahaya di tengah gelapnya zaman jahiliyah. Bagi banyak Muslim, Maulid Nabi yang diperingati di bulan ini menjadi momen untuk memperbarui cinta kepada Nabi dan meneladani akhlaknya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Rabi’ul Akhir (رَبِيعُ ٱلثَّانِي)
Sering juga disebut Rabi’ul Tsani, bulan ke empat ini melanjutkan semangat dari Rabi’ul Awwal. Meskipun tidak terdapat peristiwa keagamaan besar, bulan ini adalah waktu yang tenang, memberi ruang untuk mendalami ilmu agama dan memperkuat hubungan sosial. Nama "musim semi kedua" menggambarkan bahwa pertumbuhan rohani tidak harus menunggu musim besar.
5. Jumadil Awwal (جُمَادَى ٱلْأُولَى)
Bulan ke lima dinamai “jumad”, yang berarti kering atau membeku, menandakan musim dingin di Arab pada masa awal penamaan. Jumadil Awwal mengingatkan kita bahwa ada masa di mana segala sesuatu terasa beku, dari hati, semangat, bahkan iman. Tapi justru di masa seperti inilah, kekuatan doa dan ibadah menjadi cahaya yang menghangatkan ruh dan membangkitkan harapan.
6. Jumadil Akhir (جُمَادَى ٱلْآخِرَة)
Sebagai lanjutan dari Jumadil Awwal, bulan keenam ini menjadi jembatan menuju bulan-bulan suci yang akan datang. Banyak ulama menganjurkan untuk menjaga kesinambungan amal, meskipun suasana ibadah tidak seintens Ramadhan. Di bulan ini, kita dilatih untuk tidak hanya beribadah saat ramai, tapi juga tetap istiqamah saat sepi.
7. Rajab (رَجَب)
Rajab termasuk empat bulan haram yang dimuliakan dalam Islam. Dalam budaya Arab lama, bulan ini dianggap sebagai waktu larangan perang dan pengagungan Tuhan. Pada bulan Rajab, banyak Muslim mulai menyiapkan diri untuk menyambut Ramadhan. Bulan ini mengajarkan bahwa persiapan ibadah besar tidak terjadi mendadak, tapi dibangun dari sekarang dengan taubat, doa, dan memperbaiki diri.
8. Sya’ban (شَعْبَان)
Bulan ke delapan ini sering disebut sebagai bulan “terabaikan”, karena terletak di antara Rajab dan Ramadhan. Padahal, Sya’ban justru menjadi masa yang sangat baik untuk melatih diri sebelum memasuki ibadah puasa.
9. Ramadhan (رَمَضَان)
Inilah bulan Islam ke sembilan dan paling istimewa dalam kalender Hijriah. Umat Islam di seluruh dunia menjalankan puasa wajib, membaca Al-Qur’an, memperbanyak sedekah, dan menunaikan ibadah malam. Tak heran jika Ramadan disebut sayyidul syuhur atau penghulu segala bulan.
10. Syawal (شَوَّال)
Syawal dimulai dengan gema takbir dan kebahagiaan Idul Fitri. Namun, bulan ke sepuluh ini bukan hanya tentang kemenangan, tapi juga kelanjutan perjuangan. Di sinilah kita diuji, apakah kita bisa mempertahankan kualitas diri setelah Ramadhan? Puasa enam hari Syawal menjadi salah satu cara untuk memperpanjang semangat ibadah Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga:
11. Dzulqa’dah (ذُو ٱلْقَعْدَة)
Bulan ke-11 ini termasuk bulan haram dan menjadi waktu jeda. Kata “qa’dah” berarti duduk atau diam yang mewakili periode tanpa peperangan dan dimanfaatkan untuk persiapan ibadah haji. Dzulqa’dah mengingatkan kita pentingnya mengambil waktu untuk berhenti, mengevaluasi langkah, dan bersiap menuju puncak ibadah tahunan di Dzulhijjah.
12. Dzulhijjah (ذُو ٱلْحِجَّة)
Penutup dari urutan bulan Hijriah yaitu bulan Dzulhijjah. Ibadah haji, wukuf di Arafah, dan qurban menjadikan bulan ini sangat padat makna. Bagi yang tidak berhaji, sepuluh hari pertama Dzulhijjah menjadi waktu penuh pahala, setara bahkan melebihi keutamaan jihad di jalan Allah. Inilah bulan pengorbanan, keikhlasan, dan pengingat bahwa hidup adalah tentang memberikan yang terbaik dalam beribadah.
Memahami bulan Islam membantu kita menjalin kedekatan yang lebih erat dengan nilai-nilai keimanan dan sejarah kaum Muslimin. Setiap pergantian bulan pengingat untuk meningkatkan ibadah. Mulailah membiasakan diri mencatat urutan bulan Hijriah, menyambut awal bulan dengan doa, dan mengisi waktu dengan amalan setiap bulannya sesuai tuntunan Rasulullah Saw.