Mengenal Aturan dan Ketentuan Fidyah
hero

Mengenal Aturan dan Ketentuan Fidyah

1 March 2024 |Artikel

Mengenal Aturan

dan Ketentuan Fidyah

 

Mendekati bulan Ramadhan, tentu ada banyak yang harus dipersiapkan. Salah satunya mengganti puasa yang terlewat, baik dengan menggantinya di hari lain (qadha) maupun fidyah.

Fidyah adalah mengganti puasa yang ditinggalkan dengan mengeluarkan sejumlah harta sesuai ketentuan. Fidyah diambil dari kata “fadaa” yang artinya mengganti atau menebus. Terdapat beberapa ketentuan apakah seseorang membayar fidyah atau qadha.

Tidak Menjalankan Puasa Ramadhan, Harus Qadha atau Membayar Fidyah?

Kriteria orang yang boleh untuk tidak berpuasa, berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 184.

”(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah: 184)

Orang-orang yang tidak berpuasa, maka ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan. Mengutip dari NU Online yang bersumber dari Syekh Muhammad Nawawi dalam syarah Kasyifatus-Saja menjabarkan tentang bentuk batalnya puasa dan 4 ketentuan membayarnya apakah berupa qadha ataupun fidyah:

1.      Wajib qadha dan membayar fidyah

Contoh ibu hamil atau menyusui yang khawatir akan keselamatan janin/anaknya serta terlambat mengqadha puasa hingga datang bulan Ramadhan berikutnya.

2.      Wajib qadha saja

Yaitu orang-orang yang tidak berpuasa karena sakit, sedang melakukan perjalanan jauh, lupa niat puasa di waktu malam, sengaja berbuka puasa, wanita yang sedang haid, dsb.

3.      Membayar fidyah tanpa qadha

Ditujukan bagi mereka yang sudah tua renta dan tidak mampu untuk berpuasa, orang-orang yang sedang sakit yang kemungkinan sembuhnya kecil.

4.      Tidak wajib qadha dan tidak wajib membayar fidyah

Hanya berlaku untuk orang gila, anak kecil yang belum baligh, dan kafir asli. 

1 mud kurma adalah ketentuan membayar fidyah

5 Kriteria yang Wajib Membayar Fidyah

Meskipun penjabaran di atas secara garis besar sudah terlihat siapa saja yang wajib menunaikan fidyah, namun ada 5 kriteria yang wajib membayar fidyah, yaitu:

1.      Orang yang sudah tua renta

Tidak hanya itu, mereka juga sudah tidak sanggup lagi untuk menjalankan puasa. Penentuannya terletak pada, apabila mereka dipaksakan untuk berpuasa maka akan berdampak pada kesehatan dan kepayahan. Sehingga mengharuskan untuk mengganti puasa yang ditinggalkan dengan membayar fidyah.

2.      Orang yang sakit parah

Yaitu mereka yang sedang sakit dan kemungkinan untuk sembuhnya kecil. Sama seperti kriteria sebelumnya, yaitu apabila dipakasakan untuk berpuasa maka akan berdampak pada kesehatannya yang makin memburuk ataupun kepayahan. Berbeda dengan orang yang sakit namun kemungkinan sembuhnya masih tinggi, mereka berkewajiban untuk mengganti puasanya di lain waktu.

Fidyah bagi orang yang tidak sanggup berpuasa adalah dengan menyediakan takaran sesuai jumlah puasa yang ditinggalkan. Jika jumlahnya hanya 1 hari = 1 takar, maka takaran tersebut harus dibagikan ke 1 orang fakir miskin, tidak boleh dibagi ke beberapa orang, karena nilainya menjadi tidak sempurna.

ibu hamil yang tidak berpuasa dapat menggantinya dengan membayar fidyah

3.      Ibu hamil atau menyusui

Ibu hamil atau menyusui diperbolehkan meninggalkan puasa apabila mereka mengalami kepayahan saat berpuasa atau mengkhawatirkan keselamatan janinnya. Terdapat 2 ketentuan untuk kondisi ibu hamil atau menyusui, yaitu:

a.       Bila ia khawatir dengan kondisi kesehatannya, maka ia diwajibkan menggantinya di lain hari tanpa harus membayar fidyah.

b.      Bila ia khawatir dengan keselamatan anak atau janinnya, maka ia wajib mengganti puasa serta menunaikan fidyah sesuai berapa lama puasa tersebut ditinggalkan.

Cara membayar fidyah ibu hamil adalah dengan menyediakan makanan pokok atau sejumlah uang. Misal, ia tidak berpuasa selama 30 hari, maka 30 takar fidyah tersebut dapat dibayarkan kepada 30 orang fakir miskin atau beberapa orang saja (kalau dibagikan ke 2 orang, artinya masing-masing mendapat 15 takar)

4.      Orang yang sudah meninggal

Menurut fiqih Syafi’i, orang yang meninggal dalam keadaan memiliki utang puasa, dibagi menjadi 2 ketentuan:

a.       Tidak wajib difidyahi.

Lantaran orang tersebut meninggalkan puasa karena uzur dan tidak memiliki kesempatan untuk membayar utang puasa. Misal, orang tersebut sedang sakit sampai ajal menjemput. Ahli waris tidak diwajibkan untuk menanggung puasa tersebut.

b.      Wajib difidyahi.

Berlaku bagi orang yang sudah meninggal dalam keadaan memiliki utang puasa bukan karena uzur dan ia memiliki kesempatan waktu untuk membayar puasa namun belum sempat terlaksana.

Menurut hadits riwayat Ibnu Umar ra. disebutkan bahwa Rasulullah SAW. pernah bersabda tentang seorang muslim yang wafat dan masih memiliki utang puasa, sebaiknya dibayar dengan cara memberi makan untuk orang miskin.

Disebutkan juga dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, yang menyebutkan bahwa "Siapa yang meninggal, sedangkan ia masih mempunyai qadha puasa yang belum diqadha (diganti), maka walinya yang melaksanakannya."

5.      Orang yang mengakhirkan qadha Ramadhan

Yaitu bagi mereka yang menunda qadha puasa Ramadhan padahal ia memiliki kesempatan untuk mengganti puasa yang ditinggalkan, hingga ia bertemu kembali dengan Ramadhan berikutnya. Maka ia wajib membayar fidyah sesuai hari yang ditinggalkan. Dan tanggungan fidyah yang harus dibayar pun menjadi berlipat.

Berbeda dengan mereka yang kondisinya tidak memungkinkan untuk mengqadha, lantaran uzur, maka ia tidak wajib membayar fidyah namun tetap harus mengganti puasa tersebut di lain waktu.

Kelima kriteria di atas wajib membayar fidyah sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Besarnya fidyah setara dengan memberikan makan kepada satu orang miskin. Oleh karena itu, sebelum memasuki bulan Ramadhan, penting untuk memastikan bahwa fidyah telah ditunaikan dengan benar sesuai dengan ketentuan.

Berapa Besaran Fidyah yang Ditunaikan?

Terdapat 2 pandangan dalam membayar fidyah menurut para ulama, yaitu:

1.      Harus berupa makanan pokok

Menurut mazhab Maliki, Syafi'i, dan hambali, fidyah yang harus dibayarkan yaitu harus dalam berupa makanan pokok yang sesuai daerah setempat.  Besarnya fidyah yang harus dikeluarkan adalah 1 mud (setara dengan 675 gram = 6,75 ons = 0,75 kg = seukuran telapak tangan yang ditengadahkan ketika berdoa). beras per hari puasa yang terlewatkan, berupa makanan pokok daerah setempat, dalam konteks Indonesia yaitu beras. Jika seseorang melewatkan satu bulan penuh berpuasa, maka ia perlu memberikan 30 mud (20,250 gram atau 20,25 kg) beras kepada fakir miskin.

menurut mahzab hanafi, fidyah dibayarkan dengan uang tunai sebagai pengganti makanan pokok

2.      Dapat dibayarkan dalam bentuk uang

Pendangan ini berasal mazhab Hanafi. Menurutnya, maksud pemberian makanan untuk fakir miskin yaitu memenuhi kebutuhan mereka dan tidak hanya berpatokan pada pemberian beras saja, yaitu sebuah takaran makanan dalam porsi seutuhnya di mana terdapat nasi, lauk maupun sayur. Tentunya nominal yang dibayarkan setara dengan makanan. Besaran fidyah yang ditunaikan sebesar 2 mud atau setara ½ sha’ gandum (1,5 kg) jika yang ditunaikan berupa beras.

Sedangkan membayar fidyah puasa dengan uang adalah dengan memberikan nominal uang yang setara dengan harga kurma atau anggur seberat 3,25 kg untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan, dan kemudian dihitung berdasarkan jumlah hari puasa yang terlewat.

Berdasarkan Surat Keputusan Ketua BAZNAS Nomor 07 Tahun 2023 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan sekitarnya, nilai fidyah dalam bentuk uang ditetapkan sebesar Rp 60.000/hari/jiwa.

Kamu bisa menunaikan fidyah ke Halo Zakat dengan klik di sini.

Baca Juga Artikel Lainnya