Hadits saling memberi hadiah dapat menjadi panduan dalam menyikapi gratifikasi atau pemberian dalam Islam. Pada dasarnya, Islam menganjurkan umatnya untuk saling berbagi hadiah sebagai bentuk kasih sayang dan upaya mempererat silaturahmi. Sebagaimana disebutkan dalam hadits memberi hadiah dari Rasulullah Saw. "Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai" (HR. Bukhari).
Arti hadiah dalam Islam harus dipahami secara bijak, di mana hadiah adalah alat untuk memperkuat persaudaraan, bukan sarana untuk memperoleh kepentingan pribadi atau melanggar amanah. Dalam konteks tertentu, seperti terkait jabatan atau kekuasaan, pemberian hadiah bisa berubah menjadi tindakan yang tidak diperbolehkan.
Pemberian yang dimaksud dalam gratifikasi, terutama yang melibatkan jabatan atau kekuasaan, dapat merusak integritas seseorang dan menimbulkan fitnah. Dikhawatirkan hadiah dapat berpotensi menimbulkan ketidakadilan, korupsi, dan mengaburkan amanah yang seharusnya dijaga.
Dalam Al-Qur'an, Allah Swt. memberikan peringatan keras agar kita menghindari memanfaatkan posisi atau kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, termasuk melalui gratifikasi. Hal ini ditegaskan dalam QS Al-Baqarah: 188, "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil...".
Agar kita lebih memahami arti hadiah dalam Islam, berikut 12 hadits memberi hadiah yang mengajarkan tentang keutamaan saling berbagi, menjaga persaudaraan, dan memperkuat silaturahmi. Sehingga kita dapat membedakan praktik gratifikasi yang melibatkan pejabat atau pemegang kekuasaan, dengan pemberian dalam Islam.
12 Hadits Memberi Hadiah
Terdapat aturan dan ketentuan syariat yang harus diperhatikan agar pemberian dalam Islam bernilai ibadah dan tidak melanggar prinsip-prinsip agama. Penting bagi setiap muslim untuk memahami bagaimana Islam memandang pemberian hadiah agar dapat menunaikannya dengan benar dan mendapatkan ridha Allah SWT.
Berikut 12 hadits saling memberi hadiah:
1. Terimalah hadiah dan berusahalah membalasnya
Rasulullah Saw. biasa menerima hadiah dan memberikan balasan. Ini menunjukkan pentingnya balas budi dalam Islam, sekaligus menjaga hubungan baik antar sesama.
"Rasulullah Saw. biasa menerima hadiah dan membalasnya." (HR. Bukhari, no. 2585).
2. Nabi Menerima Hadiah, tetapi Tidak Menerima Sedekah
Rasulullah Saw. membedakan antara hadiah dan sedekah. Hadiah diterima sebagai bentuk penghargaan atau kasih sayang, sementara sedekah ditolak jika diberikan kepada beliau karena posisinya sebagai Rasul Allah.
Baca Juga:
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah bertanya tentang sumber makanan yang diberikan kepadanya: jika itu sedekah, beliau menolak, tetapi jika itu hadiah, beliau menerimanya. "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima hadiah dan tidak menerima sedekah." (HR. Ahmad, 4: 189)
3. Tetap Memberi Hadiah meskipun sedikit
Rasulullah Saw. mengajarkan bahwa hadiah sekecil apapun tetap berharga jika diberikan dengan niat yang baik. Bahkan hadiah yang tampak sepele seperti kaki kambing sekalipun, masih dianggap bernilai karena niat baik di balik pemberian itu.
"Wahai para wanita muslimah, tetaplah memberi hadiah walau hanya kaki kambing yang diberi." (HR. Bukhari, no. 2566).
4. Memberi Hadiah Dapat Menumbuhkan Rasa Cinta
Hadits memberi hadiah ini menegaskan bahwa dengan saling memberi hadiah, kasih sayang antara kita akan tumbuh. Hal ini merupakan cara untuk menjaga hubungan yang harmonis antar sesama Muslim.
"Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai." (HR. Bukhari, Al-Adab Al-Mufrod, no. 594).
5. Hadiah Sebaiknya Diterima, Jangan Ditolak
Dalam Islam, menolak hadiah tanpa alasan yang jelas dianggap kurang baik. Rasulullah Saw. mengajarkan untuk menerima hadiah sebagai bentuk penghargaan terhadap pemberi dan tidak menolak pemberian kecuali ada alasan yang syar'i.
"Terimalah hadiah, jangan menolaknya." (HR. Bukhari, Al-Adab Al-Mufrod, no. 157).
6. Hadiah Kecil Tetap Diterima
Rasulullah Saw. memberi contoh bahwa hadiah kecil, meski kurang bernilai secara materi, tetap diterima. Ini menunjukkan bahwa arti hadiah dalam Islam terletak pada niat dan keikhlasan, bukan pada besar atau kecilnya materi yang diberikan.
Baca Juga:
"Kalau aku diundang untuk menghadiri undangan yang di situ disajikan dziro’ (paha), aku hadir sebagaimana ketika disajikan kuro’ (kaki). Kalau aku diberi hadiah dziro’ (paha), aku terima sebagaimana ketika diberi kuro’ (kaki)." (HR. Bukhari, no. 2568).
7. Hadiah Boleh Ditolak dengan Alasan yang Sah
Terkadang, hadiah boleh ditolak jika ada alasan yang jelas, seperti dalam kasus Rasulullah yang menolak hadiah keledai liar saat sedang ihram. Penolakan tersebut bukan karena ketidakpuasan terhadap pemberi, tetapi karena keadaan tertentu.
"Kami tidak menolak (karena ada sesuatu) atas dirimu, tetapi kami sedang dalam keadaan ihram." (HR. Bukhari, no. 2596).
8. Menyumbangkan Harta, Lalu Mewarisinya Kembali
Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa menyedekahkan sesuatu kepada orang tua, kemudian orang tua kita wafat. Maka harta tersebut juga bisa kembali kepada si pemberi melalui warisan.
"Semoga Allah memberimu pahala dan Allah mengembalikan warisan kepadamu." (HR. Ahmad, 5: 349).
9. Boleh Menerima Hadiah dari Lawan Jenis Selama Tidak Menimbulkan Godaan
Nabi Muhammad Saw. menerima hadiah dari wanita tanpa ada kekhawatiran mengenai fitnah, selama hubungan tersebut didasarkan pada kepercayaan dan kesucian niat. Misalnya, beliau menerima hadiah dari bibinya, Ummu Hufaid.
"Bibiku Ummu Hufaid pernah memberikan hadiah kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berupa mentega, keju, dan daging dhab." (HR. Bukhari, no. 2575).
10. Jangan Berharap Hadiah Dibalas
Rasulullah Saw. melarang kita untuk mengharapkan hadiah kita dibalas. Memberi hadiah seharusnya dilakukan dengan ikhlas, bukan karena ingin sesuatu sebagai balasannya.
"Orang yang meminta kembali hadiahnya seperti anjing muntah lalu menelan muntahannya sendiri." (HR. Bukhari, no. 2589).
11. Tidak Mengungkit Hadiah yang Telah Diberikan
Allah melarang kita untuk mengungkit-ungkit hadiah yang telah kita berikan kepada orang lain, karena tindakan tersebut dapat menghilangkan keikhlasan dan merusak pahala pemberian.
"Janganlah kalian membatalkan sedekah kalian dengan mengungkit-ungkitnya." (QS. Al-Baqarah: 264).
12. Memberi Hadiah Dapat Menghapus Dosa Kecil
Memberi hadiah atau sedekah memiliki manfaat besar, yaitu dapat menghapus dosa-dosa kecil. Rasulullah Saw. menganjurkan umatnya untuk banyak bersedekah dan memberi, baik dalam bentuk hadiah maupun bantuan.
"Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api." (HR. Tirmidzi, no. 614)
Hadits saling memberi hadiah menunjukkan pentingnya niat yang tulus dalam setiap tindakan, agar tidak berubah menjadi bentuk gratifikasi yang dilarang. Sebagai umat yang menjaga integritas, kita perlu memastikan bahwa segala bentuk pemberian tidak menyimpang dari ajaran Islam.
Baca Juga:
Lalu, bagaimana hukum membayar pajak dalam Islam? Membayar pajak adalah kewajiban yang diakui para ulama, termasuk dalam pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Pajak tidak menggantikan zakat, karena keduanya memiliki fungsi berbeda.
Zakat adalah kewajiban agama dengan syarat syariah, sementara pajak merupakan kewajiban kepada pemerintah sebagai bentuk ketaatan kepada Ulil Amri. Menurut Prof. K.H. Ibrahim Hosen, Islam membenarkan eksistensi pajak karena membawa manfaat dan maslahat, serta wajib dipenuhi oleh umat Islam bersama zakat.
Terkait gratifikasi, Islam menegaskan pentingnya integritas dalam pengelolaan zakat dan pajak. Gratifikasi yang merujuk pada imbalan dalam jabatan dapat merusak kejujuran yang dituntut dalam tata kelola keuangan. Islam mengajarkan pentingnya kesadaran pertanggungjawaban kepada Tuhan dalam setiap aspek finansial, termasuk hadiah, gratifikasi, dan perpajakan, untuk menjaga keadilan dan kejujuran.