Peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad Saw. merupakan salah satu mukjizat besar di mana Allah Swt. menunjukkan langsung tanda-tanda kebesaran-NYA. Peristiwa tersebut menjadi tanda kenabian yang tidak pernah dialami nabi dan rasul sebelumnya.
Tidak ada perdebatan terkait kebenaran peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad Saw. Momen istimewa tersebut diabadikan dalam riwayat shahih. Bahkan, Allah Swt. menjelaskan langsung melalui firman-NYA dalam Al-Qur’an surah Al Isra ayat 1 dan An Najm ayat 13-18.
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’: 1).
Baca Juga:
“Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha, di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya, penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sungguh, dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar. (QS. An-Najm: 13-18).
Apa Itu Isra Miraj?
Isra dan Mi raj adalah hadiah dari Allah sebagai pelipur lara bagi Nabi Muhammad saw. setelah paman dan istri beliau meninggal dunia. Peristiwa ini sekaligus untuk membesarkan hati Rasulullah Saw. setelah mendapatkan perlakuan tidak bersahabat dari penduduk Thâif.
Secara etimologi, Isra dan Mi raj berasal dari kata dalam bahasa Arab. Isra atau Asra artinya perjalanan pada malam hari. Dalam peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad Saw. melakukan perjalanan pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.
Adapun kata Miraj atau Mikraj artinya naik. Mikraj yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. adalah naik dari bumi ke langit melewati lapis-lapis langit sampai pada sidratul muntaha di langit ke tujuh.
Sidratul muntaha adalah tempat tertinggi berupa pohon di langit ke tujuh di mana Nabi Muhammad Saw. menerima wahyu langsung dari Allah Swt. Secara bahasa, sidrah artinya daun, dan muntaha artinya puncak penghabisan.
Rasulullah Saw. bersabda, "Aku melihat Sidratul Muntaha di langit ke tujuh. Buahnya seperti kendi daerah Hajar, dan daunnya seperti telinga gajah. Dari akarnya keluar dua sungai luar dan dua sungai dalam. Kemudian aku bertanya: "Wahai Jibril, apakah keduanya ini?" Dia menjawab, "Adapun dua yang dalam itu ada di surga sedangkan dua yang di luar itu adalah Nil dan Eufrat." (HR Al-Bukhari 3207).
Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari Nabi Muhammad Saw. "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabi mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu". (HR. Bukhari 3207 dan Muslim 164).
Penetapan Kewajiban Sholat 5 Waktu dan Pertemuan dengan Para Nabi
Pada peristiwa Isra Miraj, Nabi Muhammad Saw bertemu dengan para nabi. Selain itu, kewajiban sholat 5 waktu dalam sehari semalam yang kita jalani sekarang juga berawal dari momen istimewa tersebut.
Hal ini diriwayatkan dalam HR Bukhori nomor 3207. Nabi Muhammad Saw. dibawa naik melewati beberapa langit. Pada setiap langit, Malaikat Jibril minta agar dibukakan pintu langit, lalu ia ditanya: “Siapakah yang bersamamu?” Jibril Alaihissallam menjawab, ”Muhammad,” penghuni langit itupun menyambutnya.
Di langit dunia, Nabi Muhammad Saw. berjumpa dengan Nabi Adam Alaihissallam, di langit kedua berjumpa dengan Nabi Isâ Alaihissallam dan Nabi Yahya Alaihissallam, di langit ketiga berjumpa dengan Nabi Yûsuf Alaihissallam, di langit keempat dengan Nabi Idris Alaihissallam, di langit kelima dengan Nabi Hârûn Alaihissallam, di langit keenam dengan Nabi Musâ Alaihissallam, dan di langit ketujuh berjumpa dengan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam yang sedang bersandar pada Baitul-Ma’mûr.
Kemudian Rasulullah Saw. melanjutkan perjalanan sampai ke Sidratul-Muntahâ. Di sinilah, Allah Azza wa Jalla mewajibkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya untuk menegakkan shalat 50 kali sehari semalam.
Akan tetapi dalam perjalanan kembali dari mi’râj ini, ketika sampai di tempat Nabi Musa Alaihissallam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: “Apa yang telah diwajibkan Rabbmu atas umatmu?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab pertanyaan ini, sehingga Nabi Musa meminta kepada Nabi Muhammad Saw. untuk kembali menghadap Allah dan minta keringanan.
Rasulullah Saw. melaksanakan saran itu, dan Allah Azza wa Jalla pun berkenan memberi keringanan. Ketika Rasulullah Saw. hendak kembali dan berjumpa dengan Nabi Musâ Alaihissallam, beliau Alaihissallam meminta Rasulullah Saw. agar meminta keringanan lagi, dan saran itu pun dilaksanakan Rasulullah Saw. sampai Allah Azza wa Jalla berkenan memberi keringanan.
Baca Juga:
Sedekah 1 Juta Al Qur'an Untuk Indonesia
Hingga akhirnya, kewajiban shalat itu hanya lima kali sehari semalam. Setelah itu, ketika Nabi Musâ Alaihissallam meminta Nabi Muhammad Saw. memohon keringanan lagi, maka Rasulullah Saw. berkata: “Aku sudah memohon kepada Rabbku sehingga aku merasa malu,” lalu terdengar suara: “Aku telah menetapkan yang Aku fardhukan, dan Aku telah memberikan keringanan kepada para hamba-Ku” (HR. Bukhori Nomor 3207).
Terkait pertemuannya dengan para nabi, Rasulullah Saw. menjelaskan dalam hadits lainnya. Dari Sa’id bin Al Musayyib, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda,
“Ketika aku diisra’kan (diperjalankan), aku bertemu Musa ‘alaihis salam.” Lalu Nabi Muhammad Saw. mensifatinya dengan mengatakan bahwa ia adalah pria yang tidak gemuk yang berambut antara lurus dan keriting serta terlihat begitu gagah.
Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Aku pun bertemu ‘Isa.” Lalu beliau mensifati ‘Isa bahwa ia adalah pria yang tidak terlalu tinggi, tidak terlalu pendek dan kulitnya kemerahan seakan baru keluar dari kamar mandi.
Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Aku pun bertemu Ibrahim –shalawatullah ‘alaih– dan aku adalah keturunan Ibrahim yang paling mirip dengannya. (HR. Muslim no. 168).
Waktu Terjadinya Isra Miraj
Peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad Saw. diperkirakan terjadi pada periode sebelum hijrah Nabi Muhammad Saw. ke Madinah. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa peristiwa ini terjadi pada malam 27 Rajab. Namun, tidak ada dalil tegas dari Al-Qur'an maupun hadis yang menyatakan tanggal tersebut secara pasti.
Para ahli sejarah Islam pun memiliki berbagai pendapat tentang waktu terjadinya Isra Miraj. Sebagian menyebut peristiwa ini terjadi pada tahun pertama kenabian, sementara yang lain berpendapat bahwa itu terjadi beberapa tahun sebelum hijrah.
Baca Juga:
Di Indonesia, peringatan Isra Miraj ditetapkan sebagai hari libur nasional berdasarkan SKB 3 Menteri Nomor 1017, 2, dan 2 Tahun 2024. Pada tahun 2025, peringatan ini diperkirakan akan bertepatan pada Senin, 27 Januari 2025 atau 27 Rajab 1446 H.
Masyarakat Indonesia sering memaknai Isra Miraj sebagai momen refleksi diri. Tradisi ini lebih bersifat budaya keagamaan yang bertujuan mempererat ukhuwah Islamiyah dan menanamkan nilai-nilai ketaatan kepada Allah Swt., tanpa menitikberatkan pada kepastian tanggal peristiwa tersebut.
Dalam menyikapi perbedaan pendapat tentang waktu terjadinya Isra Miraj, umat Islam sebaiknya berpegang pada sikap saling menghormati dan tidak menjadikan perbedaan ini sebagai alasan untuk berpecah belah. Yang terpenting adalah mengambil hikmah dari peristiwa tersebut dengan memperbanyak ibadah, terutama salat, sebagai kewajiban utama yang diperintahkan langsung oleh Allah Swt.
Amalan-amalan ibadah sebaiknya dilakukan secara konsisten sesuai sunnah Rasulullah Saw., tanpa mengkhususkan waktu tertentu kecuali yang telah ditetapkan dalam ajaran agama. Sehingga nilai-nilai ketaatan dan keimanan dapat terus ditingkatkan dari waktu ke waktu.