An Nisa ayat 59 Latin, Arab, terjemahan, beserta penjelasan tafsirnya bisa kita baca dalam ulasan di artikel ini. Dalam ayat ini, juga terdapat salah satu dari 14 contoh bacaan Al Syamsiyah, yakni pada kata الرَّسُوْلَ. Untuk lebih jelasnya, mari kita baca ayat yang akan kita bahas tersebut.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ
Yā ayyuhal-lażīna āmanū aṭī‘ullāha wa aṭī‘ur-rasūla wa ulil-amri minkum, fa in tanāza‘tum fī syai'in fa ruddhu ilallāhi war-rasūli in kuntum tu'minūna billāhi wal-yaumil-ākhir(i), żālika khairuw wa aḥsanu ta'wīlā(n).
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat).” (QS. An-Nisa [4]:59)
Baca Juga:
Palestina Masih Membutuhkan Kita
Ayat di atas termasuk salah satu dari 176 ayat yang terdapat dalam surat An Nisa. Surat ini merupakan surat keempat dalam al-Qur’an. Dari ayat ke ayat, Allah SWT menyampaikan banyak perintah dan larangan terkait berbagai aspek. Aspek-aspek tersebut banyak berhubungan dengan perempuan karena arti An Nisa sendiri adalah perempuan.
Fikih wanita, hukum pernikahan, dan perlindungan atas hak-hak perempuan merupakan tema-tema yang banyak dibahas dalam surat ini. Di samping itu, surat An Nisa juga membahas aspek hukum dan sosial, di antaranya adalah An Nisa ayat 59 ini.
Asbabun Nuzul Surat An Nisa Ayat 59
Asbabun nuzul adalah hal-hal atau peristiwa yang menjadi penyebab turunnya suatu ayat. Dalam konteks surat An Nisa ayat 59, Allah SWT menurunkan ayat ini sehubungan dengan peristiwa yang terjadi di tengah pasukan muslim.
Saat itu, Rasulullah SAW mengutus pasukan ke suatu tempat. Pasukan tersebut dipimpin oleh Abdullah bin Huzafah bin Qais dari kalangan Anshar. Sebelum berangkat, Rasulullah SAW berpesan kepada pasukan untuk menaati pemimpinnya.
Peristiwa ini diceritakan dalam kitab Shahih Bukhari dengan Riwayat Imam Ahmad dari Ali. Ali berkata, “Rasulullah mengutus suatu pasukan yang dipimpin oleh seorang Anshar. Setelah mereka berangkat, si pemimpin mendapat masalah untuk mengatasi mereka. Maka si pemimpin berkata kepada mereka, ‘Bukankah Rasulullah telah menyuruh kalian agar menaati aku?’ Mereka mengiyakannya. Si pemimpin berkata, ‘Ambilkan aku kayu bakar.’ Kemudian si pemimpin meminta api dan menyalakan kayu bakar, lalu berkata, ‘Aku memerintahkan kepada kalian agar masuk ke dalam api itu.”
Ali melanjutkan, “Ada seorang pemuda berkata kepada yang lain, ‘Sungguh, kamu harus berlari dari api itu dan menghadap Rasulullah. Janganlah kamu tergesa-gesa memutuskan sebelum kamu bertemu dengan Rasulullah. Jika beliau menyuruhmu untuk memasuki api, maka masukilah.’ Maka mereka pun kembali kepada Rasulullah. Rasulullah berkata, ‘Andaikata kalian memasukinya, niscaya kalian tidak akan pernah dapat keluar lagi untuk selamanya. Sesungguhnya ketaatan itu hanya menyangkut kemakrufan.”
Baca Juga:
HaloZakat Membangun Sumber Air Bersih di Ponpes Al Mubarok
Siapakah Ulil Amri yang Dimaksud Surat An Nisa ayat 59?
Apa isi kandungan An Nisa ayat 59? Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan umat muslim untuk taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan ulil amri. Ketaatan kepada Allah menjadi kewajiban bagi setiap muslim terhadap Tuhan yang menciptakan alam semesta dan seisinya.
Kita juga wajib taat kepada Rasul yang merupakan utusan Allah. Rasul membawa dan menyampaikan ajaran Islam yang kita yakini sehingga kita juga harus taat kepada beliau. Selain itu, kita juga harus taat kepada ulil amri. Namun, siapakah yang dimaksud dengan ulil amri dalam ayat ini? Beberapa ulama tafsir quran berbeda pendapat mengenai tafsir ulil amri.
Ibnu Jarir ath-Thabari menyebutkan dalam kitab Tafsir ath-Thabari bahwa ada beberapa pendapat tentang pengertian ulil amri. Sebagian ulama menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ulil amri adalah umara atau amir yang artinya penguasa/pemerintah.
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa ulil amri adalah ahlul ilmi wal fiqh atau orang-orang yang memiliki ilmu dan pengetahuan di bidang fiqih. Ada juga ulama lain yang berpendapat bahwa ulil amri adalah para sahabat Rasulullah. Pendapat lain menyebutkan secara spesifik bahwa ulil amri adalah Abu Bakar dan Umar bin Khathab.
Dalam kitab Tafsir al-Maraghi, Ahmad Mustafa al-Maraghi menyebutkan bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan atau seluruh pemimpin lainnya, dan semua pemimpin yang dijadikan rujukan oleh masyarakat dalam hal kemaslahatan umum. Al-Maraghi juga memberikan contoh ulil amri dalam berbagai bidang, misalnya ulama, pemimpin militer, jurnalis, pedagang, petani, dan lain-lain yang berkaitan dengan kemaslahatan umum.
Sementara itu, menurut ulama tafsir kontemporer, Dr. Wahbah az-Zuhaili, dalam kitab Tafsir al-Munir, sebagian ahli tafsir quran berpendapat bahwa makna ulil amri adalah ahli hikmah atau pemimpin perang. Sedangkan sebagian lain meyakini bahwa ulil amri adalah ahli fiqih atau ulama yang menjelaskan kepada manusia tentang hukum-hukum syara’.
Berdasarkan beberapa pendapat ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa ulil amri memiliki beberapa makna. Ada yang cakupannya luas meliputi pemerintah, ulama, dan pihak-pihak yang memimpin dalam kemaslahatan umat. Ada pula yang mengartikan ulil amri secara spesifik hanya merujuk pada Abu Bakar dan Umar bin Khathab.
Perbedaan tafsir quran di kalangan ulama merupakan hal yang lumrah terjadi. Metode tafsir yang digunakan terkadang juga berbeda. Ada ulama yang menggunakan metode tafsir bil ma’tsur, yakni menafsirkan al-Qur’an dengan riwayat, baik dengan al-Qur’an itu sendiri maupun dengan hadits atau pendapat sahabat/tabiin.
Ada pula ulama yang memakai metode tafsir bil ra yi, yaitu tafsir quran berdasarkan ijtihad sang mufassir. Perbedaan pendapat dan metode tafsir menunjukkan betapa luasnya khazanah ilmu tafsir quran yang bisa kita pelajari.
Apa pun pendapat yang kita yakini, kita tetap harus berpegang teguh bahwa taat kepada ulil amri tidak berlaku pada perintah untuk bermaksiat. Ulil amri yang wajib ditaati hanyalah mereka yang memerintahkan kebaikan. Sedangkan ulil amri yang memerintahkan untuk berbuat maksiat tidak wajib ditaati.
Menurut Muhammad Quraish Shihab, mufassir Indonesia yang menulis kitab Tafsir al-Mishbah, ketaatan kepada ulil amri tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, jika perintah ulil amri bertentangan dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban untuk taat kepada mereka. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah dalam hadits berikut:
لا طاعةَ لمخلوقٍ في معصيةِ الخالقِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal maksiat kepada Pencipta.” [Hadits Riwayat Muslim VI/421 nomor 4742 (bi Syarah Nawawi), Al-Bukhari nomor 7145 dan 7257, Abu Dawud nomor 2625].
Dengan demikian, tafsir quran An Nisa ayat 59 latin yang menjelaskan tentang ulil amri perlu kita jadikan pedoman dalam menaati pemimpin. Ketaatan pada ulil amri seyogianya selalu sejalan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasulullah.
Baca Juga:
Zakat Yang Wajib Bagi Umat Islam