Doa safar telah diajarkan Rasulullah Saw. sebagai panduan kita ketika bepergian jauh. Doa bepergian ini mencakup bacaan doa sebelum berangkat, doa berkendara, serta doa perjalanan jauh ketika hampir sampai kembali ke rumah.
Secara etimologi, kata safar berasal dari bahasa Arab “safara–yusfiru” yang berarti menyingkap atau memperlihatkan, sebagaimana dijelaskan dalam Lisan al-‘Arab karya Ibn Manzur. Dalam fikih, safar berarti keluar dari tempat tinggal menuju daerah lain dengan jarak tertentu yang memungkinkan seseorang menjalani rukhshah (keringanan hukum), seperti menjamak atau mengqashar salat.
Imam Nawawi dalam al-Majmu' dan Ibnu Qudamah dalam al-Mughni menjelaskan bahwa batas minimal safar adalah sekitar dua marhalah atau setara dengan 80–88 kilometer menurut pengukuran kontemporer. Namun, sebagian ulama merujuk pada kebiasaan lokal (urf) untuk menentukan status perjalanan.
Baca Juga:
Doa Nabi Yunus Saat Menghadapi Kesulitan
Sungguh, Islam merupakan agama yang sempurna di mana setiap urusan umatnya memiliki tuntunan kebaikan. Bahkan, terdapat adab-adab dalam melakukan safar atau perjalanan yang dapat dijadikan pedoman agar memperoleh keamanan dan kenyamanan ke manapun kita pergi.
Adab Sebelum Safar
Sebelum seseorang memulai perjalanan jauh (safar), Islam mengajarkan serangkaian adab yang mulia sebagai bentuk kesiapan lahir dan batin. Dengan mengamalkan adab dan bacaan doa sebelum bepergian ini, seorang Muslim menunjukkan penghormatan kepada Allah, kepada sesama, serta menjaga keselamatan dirinya sendiri selama safar.
1. Memantapkan niat dan tujuan yang baik
Safar yang dilakukan dengan niat yang lurus akan bernilai ibadah di sisi Allah. Niat adalah dasar dari setiap amal. Jika niatnya benar, maka semua aktivitas selama perjalanan akan bernilai pahala.
Misalnya, seseorang yang bepergian untuk menuntut ilmu, berdagang secara halal, bersilaturahmi, atau bahkan berobat, jika diniatkan untuk mencari rida Allah. Maka perjalanannya akan mendapat ganjaran. Hindarilah safar untuk tujuan maksiat, karena itu menjauhkan dari keberkahan dan perlindungan Allah.
2. Berdoa dan berpamitan dengan keluarga
Sebelum berangkat, berpamitan kepada keluarga bukan hanya bentuk sopan santun, tapi juga kesempatan untuk saling mendoakan. Hal ini memberi ketenangan hati dan menunjukkan bahwa perjalanan dilakukan dengan ridha dari keluarga yang ditinggalkan.
Rasulullah Saw. mengajarkan bacaan doa sebelum bepergian:
أَسْتَوْدِعُ اللّٰهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيْمَ عَمَلِكَ
“Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanatmu, dan penutup amalmu." (HR. Abu Daud)
3. Membaca doa keluar rumah
Ketika seseorang melangkah keluar rumah, disunnahkan membaca doa safar atau doa bepergian sebagai bentuk tawakal kepada Allah dan memohon perlindungan dari kejahatan yang tampak maupun yang tersembunyi.
بِسْمِ اللَّهِ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
"Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah." (HR. Abu Daud).
4. Memilih teman safar yang saleh
Teman dalam perjalanan sangat berpengaruh terhadap suasana dan keselamatan safar. Teman yang baik akan saling menasihati, mengingatkan untuk shalat tepat waktu, serta membantu jika terjadi kesulitan.
Nabi Saw. bersabda:
الرَّاكِبُ شَيْطَانٌ، وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ، وَالثَّلَاثَةُ رَكْبٌ
"Yang berkendara sendirian adalah setan, yang berdua adalah dua setan, dan yang bertiga adalah rombongan yang benar." (HR. Abu Daud).
5. Mengangkat pemimpin rombongan
Ketika bepergian dalam kelompok, Islam menganjurkan untuk menunjuk seorang pemimpin yang dipercaya. Ini dilakukan agar keputusan penting dapat diambil dengan bijak dan perjalanan berjalan dengan tertib. Pemimpin ini bertanggung jawab dalam mengambil keputusan selama safar, seperti memilih rute, tempat istirahat, atau menangani keadaan darurat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا كَانَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَكُمْ
"Jika tiga orang bepergian, hendaknya mereka menunjuk salah satu sebagai pemimpin." (HR. Abu Daud).

6. Memilih waktu terbaik untuk berangkat
Rasulullah Saw. menganjurkan untuk memulai perjalanan pada waktu pagi dan hari Kamis. Waktu pagi memberikan keunggulan dari sisi kesiapan fisik, cuaca yang masih sejuk, dan peluang lebih besar untuk mencapai tempat tujuan sebelum malam.
Beliau juga mendoakan keberkahan bagi umatnya di waktu pagi:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya." (HR. Abu Daud).
Adab Ketika Safar
Saat seseorang sudah memulai perjalanan, Islam tetap memberi tuntunan agar ia tetap dalam koridor ibadah, keselamatan, dan akhlak mulia. Safar bukan alasan untuk meninggalkan etika dan ibadah, justru saat safar seseorang diuji lebih banyak, termasuk tentang kesabaran, tanggung jawab, dan kesungguhan menjaga diri dari hal yang sia-sia atau merugikan.
1. Membaca doa safar saat mulai perjalanan
Saat naik kendaraan dan mulai bergerak, disunnahkan membaca doa berkendara, sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Saw.
سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَٰذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَىٰ رَبِّنَا لَمُنقَلِبُونَ
“Maha Suci Allah yang telah menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kepada Tuhan kamilah kami akan kembali." (QS Az-Zukhruf: 13–14).
2. Tidak bepergian sendirian, terutama ke tempat jauh dan sepi
Islam melarang bepergian sendirian tanpa keperluan mendesak, karena hal itu membahayakan jiwa, terlebih di zaman dahulu. Namun, prinsip ini tetap relevan, karena safar sendiri bisa berisiko lebih besar, seperti tersesat, kecelakaan, atau diserang musuh (fisik maupun spiritual). Jika terpaksa sendirian, perbanyak dzikir dan jaga komunikasi dengan orang terpercaya.
Baca Juga:
3. Menjaga shalat tepat waktu meski dalam perjalanan
Shalat tetap wajib ditunaikan meski sedang safar. Allah memberikan keringanan berupa qashar dan jamak shalat, bukan untuk ditinggalkan, tapi agar tetap mudah dilaksanakan. Seorang Muslim harus berusaha mencari tempat shalat yang layak dan tidak menundanya terlalu lama.
4. Bersikap sabar dan tidak mengeluh dalam kesulitan
Perjalanan identik dengan kepenatan, perubahan cuaca, keterlambatan, atau kehilangan. Orang beriman dilatih untuk bersabar dan tidak mudah marah. Rasulullah Saw. bersabda: "Perjalanan itu adalah potongan dari azab." (HR. Bukhari dan Muslim).
Maksudnya karena safar membuat seseorang meninggalkan kenyamanan. Maka bersabarlah, karena kesabaran dalam safar adalah bentuk tawakal pada Allah swt.
5. Menjaga adab kepada sesama musafir dan masyarakat sekitar
Saat safar, seorang Muslim akan banyak berinteraksi dengan orang asing, baik sesama penumpang, sopir, petugas, atau warga lokal. Islam menuntun agar tetap santun, tidak mengganggu, tidak mengeraskan suara secara tidak perlu, serta menjaga antrian dan kebersihan. Jangan merasa bebas karena tidak dikenal, karena Allah tetap melihat setiap amal.
6. Menjaga pandangan dan adab berpakaian
Dalam perjalanan, peluang untuk melihat hal yang haram lebih besar. Seorang Muslim tetap diperintahkan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kesucian hati. Pakaian pun harus tetap menutup aurat dan sopan, baik di bandara, stasiun, atau tempat wisata. Adab tidak luntur hanya karena berpindah tempat.
7. Berzikir dan berdoa sepanjang perjalanan
Gunakan waktu perjalanan untuk memperbanyak dzikir, seperti tasbih, tahmid, takbir, doa-doa harian, serta membaca Al-Qur’an atau mendengarkan ceramah. Hal ini menjadikan safar tetap bernilai ibadah. Banyak sahabat memanfaatkan safar untuk memperkuat keimanan.
Terdapat bacaan doa safar yang sangat dianjurkan untuk dibaca saat seorang Muslim hampir sampai ke kampung halamannya. Doa ini dibaca oleh Rasulullah Saw. ketika beliau pulang dari perjalanan dan mendekati kota Madinah:
آيِبُونَ، تَائِبُونَ، عَابِدُونَ، لِرَبِّنَا حَامِدُونَ
“Kami kembali, dalam keadaan bertaubat, beribadah, dan memuji Rabb kami.” (HR. Muslim no. 1344)

Adab Setelah Safar
Setelah kembali dari perjalanan, Islam tetap mengajarkan adab-adab mulia agar seorang Muslim menjaga rasa syukur, hubungan dengan sesama, serta mengingat bahwa segala keselamatan datang dari Allah. Adab ini menandai bahwa safar bukan sekadar mobilitas fisik, tetapi juga perjalanan ibadah yang memperkaya keimanan.
1. Mengucapkan syukur atas keselamatan
Saat sampai di rumah atau tempat tujuan dengan selamat, seorang Muslim dianjurkan untuk bersyukur. Ini menunjukkan pengakuan bahwa keselamatan selama safar adalah anugerah dari Allah, bukan semata hasil perencanaan atau kekuatan diri.
الْـحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي سَلَّمَنِي وَجَمَعَنِي بِأَهْلِي
"Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dan mengumpulkanku kembali dengan keluargaku."
2. Mengucapkan salam kepada keluarga dan tetangga
Ketika masuk rumah, disunnahkan memberi salam dengan suara yang cukup terdengar oleh penghuni rumah. Jika safar cukup panjang, menyapa tetangga atau kerabat dekat sepulangnya safar juga merupakan bentuk silaturahmi dan etika sosial yang luhur.
Rasulullah Saw. bersabda:
"Jika kamu masuk menemui keluargamu, ucapkanlah salam, maka itu akan menjadi keberkahan bagimu dan keluargamu." (HR. Tirmidzi)
Baca Juga:
B1SA : Bangun 1000 Sumber Air Bersih
3. Melaksanakan shalat dua rakaat di rumah
Rasulullah Saw. biasa menunaikan shalat dua rakaat saat pulang dari safar. Shalat ini bisa dilakukan di masjid atau di rumah sebagai bentuk syukur dan kembali menguatkan hubungan ruhani setelah perjalanan.
Hal ini dicontohkan oleh sahabat Anas bin Malik:
"Nabi Saw. apabila datang dari safar, beliau tidak langsung masuk ke rumahnya sebelum shalat dua rakaat di masjid." (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Menceritakan pengalaman dengan bijak dan jujur
Setelah safar, ada kebiasaan untuk bercerita. Islam menekankan agar kisah yang disampaikan bersifat jujur, tidak membanggakan diri, tidak menyebar aib orang lain, serta menghindari kebohongan. Hindari pula menyebarkan cerita yang menimbulkan fitnah atau menggugah hasad. Jika pengalaman itu memberi pelajaran, maka berbagi cerita bisa menjadi nasihat dan inspirasi bagi orang lain.
5. Mengganti ibadah yang tertinggal jika ada
Jika selama safar ada ibadah yang tertinggal karena udzur, seperti qadha shalat, puasa, atau nazar yang belum ditunaikan, maka sebaiknya segera diganti. Ini menunjukkan tanggung jawab dan kesungguhan dalam menjaga agama, sekaligus sebagai bentuk pertobatan dari segala kekurangan selama perjalanan.
Safar bukan sekadar perpindahan tempat, tapi perjalanan jiwa yang mendewasakan. Saat pulang, kita bukan lagi orang yang sama. Kita kembali dengan hati yang lebih tunduk, lebih sadar, dan lebih bersyukur. Maka, jadikan setiap doa safar, termasuk setiap bacaan doa sebelum dan sesudah bepergian, sebagai pengingat bahwa tujuan akhir kita bukan hanya tempat yang dituju, tapi ridha Allah yang Maha Menjaga.
