Istidraj adalah salah satu istilah yang mungkin terdengar asing bagi sebagian orang. Namun, memahami apa itu Istidraj dalam Islam dan ciri-cirinya sangat penting bagi kita agar tidak terlena dengan kenikmatan semu di dunia.
Allah Swt. telah mengingatkan kita melalui firman-NYA tentang kesenangan dunia yang menipu:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu,” (QS. Al Hadid: 20).
Kita sebagai manusia sering kali terlena dengan berbagai kesenangan di dunia ini. Bentuknya bisa bermacam-macam hal yang disukai, seperti harta yang berlimpah, jabatan tinggi, maupun kelancaran rezeki yang selalu deras mengalir.
Tentu saja kita boleh menikmati semua yang kita miliki seraya bersyukur kepada Allah Swt atas segala karunia-NYA. Apapun yang Allah berikan, baik berupa kesenangan maupun kemalangan, hendaknya kita selalu taat mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-NYA.
Baca Juga:
Yang menjadi masalah adalah ketika kita terlena dengan segala kenikmatan dan terus-menerus mengerjakan maksiat. Jangan sampai kita merasa aman-aman saja saat melanggar larangan Allah karena semua urusan selalu lancar dan rezeki terus berlimpah. Waspadalah, ini yang dinamakan istidraj.
Pengertian dan Contoh Istidraj dalam Islam
Apa itu Istidraj dalam Islam? Istidraj adalah suatu bentuk pembiaran dari Allah kepada hamba-Nya, berupa kenikmatan duniawi yang terus bertambah meskipun hamba tersebut jauh dari jalan ketaatan.
Secara bahasa, istilah ini berasal dari kata daraja yang berarti perlahan-lahan atau bertahap. Dalam konteks syariat, istidraj adalah pemberian nikmat oleh Allah kepada seseorang yang sebenarnya menjadi jalan untuk menjauhkan dia dari kebenaran. Istidraj mengandung unsur jebakan, karena orang tersebut merasa semua nikmat yang diperolehnya adalah tanda kebaikan Allah, padahal hakikatnya adalah bentuk kehinaan.
Allah Swt. menjelaskan fenomena istidraj dalam firman-Nya:
"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan Kami biarkan mereka berangsur-angsur ke arah kebinasaan dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberikan tenggang waktu kepada mereka. Sungguh, rencana-Ku sangat teguh." (QS Al-A'raf: 182-183).
Ayat tersebut menegaskan bahwa kenikmatan yang diberikan kepada pelaku maksiat adalah bentuk ujian, bukan keberkahan. Rasulullah Saw. juga memperingatkan dalam sebuah hadits, "Jika kamu melihat Allah memberikan dunia kepada hamba-Nya yang suka melanggar perintah-Nya, maka itu adalah istidraj." (HR Ahmad).
Contoh istidraj dapat dilihat dalam kisah Fir’aun dan Qarun. Fir’aun diberi kekuasaan yang besar hingga ia mengaku sebagai Tuhan. Ia dibiarkan menikmati keagungannya sampai akhirnya Allah menenggelamkannya di Laut Merah.
Contoh istidraj lainnya yaitu kisah Qarun. Qarun adalah seorang kaya raya yang sombong karena harta yang dimilikinya. Allah akhirnya membinasakannya dengan menenggelamkan dia beserta seluruh hartanya ke dalam bumi. Kedua kisah ini menunjukkan bagaimana kenikmatan dunia dapat menjadi alat kebinasaan bagi mereka yang kufur terhadap Allah.
Orang yang terkena istidraj sering kali merasa puas dan bangga atas apa yang dimiliki. Mereka tidak sadar bahwa segala kenikmatan itu adalah ujian yang berujung pada hukuman.
Allah Swt. mengingatkan bahwa kelalaian terhadap nikmat dunia adalah awal dari kebinasaan. “Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan,” (QS Ali-Imran: 178).
Ciri-Ciri Istidraj yang Harus Diwaspadai
Sebagai seorang mukmin, kita harus waspada terhadap istidraj. Ciri-ciri istidraj adalah kenikmatan duniawi yang bertambah sementara rasa syukur, ibadah, dan ketaatan semakin berkurang.
Baca Juga:
B1SA : Bangun 1000 Sumber Air Bersih
Selengkapnya, berikut ciri-ciri istidraj yang harus kita waspadai:
1. Kenikmatan Duniawi Bertambah Meski Maksiat Berlanjut
Allah terus memberikan kenikmatan berupa harta, kesehatan, atau kedudukan kepada seseorang meskipun dia terus-menerus melakukan dosa dan maksiat. Hal ini seperti firman Allah Swt.
"Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." (QS Al-An’am: 44).
2. Lalai dari Bersyukur dan Beribadah
Orang yang tertimpa istidraj cenderung lalai dalam bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diperoleh. Mereka juga enggan melaksanakan ibadah seperti shalat, zakat, dan amal kebaikan lainnya, seolah tidak merasa memerlukan Allah dalam hidupnya. Kenikmatan yang mereka dapatkan justru menjauhkan mereka dari ketaatan.
3. Merasa Aman dari Azab Allah
Orang yang mengalami istidraj merasa yakin bahwa nikmat yang diterimanya adalah tanda cinta Allah. Sehingga ia lupa bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban dan mendapatkan azab atas dosa yang dilakukan.
Azab adalah hukuman atau siksa yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya sebagai balasan atas dosa, kemaksiatan, atau pembangkangan terhadap perintah-Nya. Azab bisa terjadi di dunia maupun di akhirat, bergantung pada kehendak Allah. Azab ini ditujukan untuk memberi peringatan, pelajaran, atau sebagai bentuk keadilan Allah atas perilaku manusia.
Allah berfirman, "Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan." (QS Ali Imran: 178).
4. Semakin Jauh dari Kebenaran
Orang yang terkena istidraj biasanya menutup diri dari peringatan dan nasihat. Alih-alih mendekat kepada Allah, mereka menjadi semakin sombong, angkuh, dan keras hati. Ciri-ciri istidraj ini membuat seseorang sulit menerima kebenaran, bahkan cenderung merasa benar sendiri.
5. Meningkatkan Dosa Tanpa Rasa Penyesalan
Dosa yang dilakukan tidak lagi menimbulkan rasa bersalah, bahkan menjadi kebiasaan yang mereka anggap biasa. Mereka juga sering bangga dengan kemaksiatan yang dilakukan, seolah tidak ada dampak buruknya. Kondisi ini membuat mereka semakin jauh dari pintu taubat.
Rasulullah Saw. menganjurkan kita untuk selalu introspeksi diri dan memohon perlindungan Allah dari istidraj. Cara menghindari istidraj adalah dengan menjaga ibadah wajib seperti shalat, zakat, dan puasa, serta melengkapinya dengan ibadah sunnah.
Sikap syukur juga harus ditanamkan dalam hati, yaitu menyadari bahwa semua nikmat berasal dari Allah dan digunakan untuk kebaikan, bukan untuk melalaikan. Menjauhi maksiat dan rutin melakukan introspeksi diri adalah langkah konkret agar terhindar dari jebakan kenikmatan dunia yang justru membawa pada kebinasaan.
Baca Juga:
Gratifikasi dalam Pandangan Islam
Selain itu, orang yang memahami hakikat dunia akan lebih waspada terhadap kenikmatan yang menjauhkan dari Allah SWT. Memohon perlindungan kepada Allah melalui doa, seperti memohon ampunan dan hidayah, juga menjadi salah satu upaya agar terhindar dari kenikmatan yang sebenarnya adalah hukuman terselubung. Sebagai hamba, kita harus selalu mengingat bahwa hidup di dunia hanyalah ujian sementara untuk meraih ridha Allah di akhirat kelak.
Dengan menjaga keimanan dan menjadikan nikmat sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah, semoga kita dapat terhindar dari jebakan istidraj. Nikmat sejati bukanlah harta atau kesenangan dunia, melainkan ridha Allah yang abadi. Sehingga kita bisa memahami apa itu istidraj dalam Islam sebagai sebuah ujian yang harus dihindari.